Pembangunan Jalur Kereta Api Madura
Pembangunan jalur kereta api Madura oleh MSM dimulai pada tahun 1897, hanya beberapa bulan setelah pendirian resminya. Proyek ini terbagi dalam beberapa tahap, dimulai dari jalur Kamal-Bangkalan, yang kemudian diperluas ke arah timur hingga Sumenep. Jalur total yang dibangun mencapai sekitar 140 km, membentang dari barat hingga timur pulau.

Rute kereta api Madura ini dirancang untuk melintasi pusat-pusat ekonomi utama, sehingga memungkinkan distribusi barang lebih cepat dan efisien. Jalur utama MSM terdiri dari:
- Kamal – Bangkalan
- Bangkalan – Sampang
- Sampang – Pamekasan
- Pamekasan – Sumenep
- Sumenep – Kalianget
Dalam proses pembangunan, MSM menghadapi tantangan geografis yang unik. Madura dikenal memiliki kontur tanah yang keras, perbukitan kapur, dan daerah rawa. Untuk mengatasi hal ini, para insinyur Belanda menggunakan teknologi jembatan kayu dan batu serta rel baja impor yang tahan cuaca tropis. Tidak hanya itu, pembangunan juga melibatkan ribuan pekerja lokal yang bekerja dalam sistem kerja paksa semi-kontrak yang dikenal dengan istilah “rodi”.
Meskipun demikian, banyak masyarakat yang menyambut baik kehadiran proyek ini. Selain memberi pekerjaan, kereta api dianggap sebagai lambang kemajuan. Sebagian warga Madura bahkan mengabadikan momen pembukaan jalur kereta dalam syair-syair lokal sebagai bentuk antusiasme terhadap hadirnya moda transportasi baru ini.
MSM juga membangun depo, bengkel, dan menara air di sejumlah titik strategis, untuk mendukung operasional kereta api. Tak hanya mengangkut barang, MSM juga melayani penumpang harian dan mingguan, terutama pada hari pasar dan hari besar keagamaan. Ini menjadikan kereta api sebagai urat nadi mobilitas masyarakat Madura selama beberapa dekade.
Masa Kejayaan Operasional Kereta Api Madura
Puncak kejayaan MSM terjadi pada periode 1910 hingga 1930-an. Pada masa ini, kereta api menjadi moda transportasi utama di Madura. Jumlah penumpang meningkat tajam, terutama karena jalur kereta menyentuh pusat-pusat kegiatan ekonomi dan sosial. Stasiun kereta api Madura seperti Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan menjadi pusat keramaian, bukan hanya untuk bepergian, tapi juga sebagai lokasi pertemuan dan perdagangan.
Setiap pagi, kereta-kereta MSM membawa petani, pedagang, dan pegawai kolonial ke kota. Sementara pada sore hari, kereta mengangkut hasil bumi seperti garam, jagung, tembakau, dan kayu dari pedalaman menuju pelabuhan. Efisiensi waktu dan biaya membuat banyak orang bergantung pada kereta api. Bahkan, masyarakat sering menyebut kereta MSM sebagai “urat nadi Madura”.
Di sektor ekonomi, MSM berkontribusi besar terhadap peningkatan distribusi komoditas Madura ke Jawa dan wilayah lainnya. Perusahaan ini juga memberi ruang berkembangnya kota-kota kecil di sepanjang jalur kereta, yang kemudian tumbuh menjadi sentra perdagangan lokal. Pasar-pasar tradisional di sekitar stasiun pun berkembang pesat.
Dalam hal pelayanan, MSM dikenal cukup disiplin. Jadwal kereta relatif tepat waktu, dan petugas stasiun dikenal ramah. Armada kereta juga rutin diperiksa dan dibersihkan. Tak heran jika keberadaan MSM mendapat pujian dari pejabat kolonial maupun tokoh lokal.
Namun, masa kejayaan ini tidak berlangsung selamanya. Perubahan zaman dan teknologi perlahan mulai menggerus dominasi kereta api. Meskipun begitu, kenangan masa kejayaan MSM tetap hidup dalam ingatan masyarakat Madura hingga kini.